Sunday, July 10, 2011

Satu Hari Bersama Rei

“Rei! Berani kamu ngelawan orang tua kamu sendiri?!”

“rei udah nggak peduli lagi sama orang yang nggak pernah peduli sama rei! Rei mau pergi.”

Aku udah nggak peduli sama orang tuaku. Mereka semua menyebalkan. Aku minggat dari rumah hari ini. Tentu saja dengan membawa semua kartu kredit orang tuaku.

Aku nggak ngerti mau jalan kemana. Jadi aku mulai mengunjungi mall, tempat karaoke, dan tempat hiburan yang lain. Aku lelah. Kaki ku menuntun ku ke sebuah taman yang indah. Taman bermain anak – anak. Dulu aku sering bermain disini waktu kecil. Aku duduk dan mulai melamunkan masa kecilku. Menggoyangkan kedua kaki ku layaknya yg sering ku lakukan waktu aku kecil. Terdiam.

-nix-

Sejak tadi aku memang hanya memperhatikan. Gadis ini kelihatan sedih. Tapi cantik sih. Hehehe. Rasanya aku belum pernah melihat gadis ini sebelumnya. Apa kutanyakan saja padanya.

“hi. Namaku adit.” Ujarku.

“kamu baru ya disini?” tanyaku.

Dan lagi – lagi tak ada respon. Gadis ini hanya diam saja. Seumur hidup baru pertama kali ada cewek yang ngacangin aku kalo ngomong. Nggak mungkin kan pesona kegantengan ku yang mirip sama yuusun personil SUJU ini terlewatkan begitu saja.

“hei!” skali lagi dengan sedikin sentakan ku kagetkan lamunannya.

-nix-

Aku tersentak dari lamunanku. Seorang yang tidak kukenal mengagetkanku. Huh. Siapa sih cowok ini. Ngagetin orang sembarangan. Sontak saja aku marah – marah.

“apa – apaan sih? Sembarangan aja ngagetin orang!” balasku dengan sedikit membentak.

“kamu aja yang dari tadi ku ajak ngomong nggak merhatiin. Kamu anak baru disini. Aku nggak pernah liat kamu. Makannya aku nanya kamu siapa.” Ujar cowok itu

“suka – suka aku lah mau duduk disini sampe kapan juga. Ini kan tempat umum.”ujarku ketus

“yaa yaa. Ogke. Terserah kamu. Ini memang tempat umum. Tapi wajar kan kalo aku mau tau. Aku adith. Nama kamu sapa?”

“iya sih. Ya udah deh. Maaf ya. Masalahnya aku tadi lagi suntuk malah kamu kagetin. Namaku rei.”

Lantas aku hanya melihatnya tersenyum memandangku.

-nix-

Aku tersenyum melihatnya bicara. Bisa ngomong juga ni cewek. Melihatku tersenyum. Dia mencoba memaksakan senyumnya untukku. Lantas aku tertawa panjang.

“udah – udah. Kalo lagi bener – bener suntuk nggak usah maksa ketawa. Jeleg tau! Cewek tu harusnya cantik.”

“emang sejeleg itu ia?” diiringi ekspresi mukanya yang cemberut.

“tu kan tambah jeleg.” Dan aku tertawa. “ daripada kamu cemberut, mending kamu ikut aku.” Ajakku

“ kemana?” Tanya rei padaku.

“ udah ikut aja! Nggak usah banyak Tanya. Yang penting kan seru!”jawabku.

Lantas aku mengajak nya ke tempat ku biasa nongkrong. Kebetulan disana sedang diadakan festival anime. Dan aku sangat menyukainya. Aku tak menyangka dia juga terlihat bahagia disini.

-nix-

Apa nama tempat ini. Apa nama acara ini. Seolah begitu banyak tanya di benakku. Aku belum pernah datang ke tempat seramai ini. Bersama seseorang yang baru saja kukenal. Tempat ini terlihat bahagia. Seperti festival musim panas waktu ayah mengajakku saat aku masih kecil dulu di jepang. Untuk pertama kalinya seumur hidupku aku merasa begitu bahagia bersama seseorang setelah sekian lama. Aku hampir lupa kapan terakhir kali aku merasakan hal seperti ini. Tertawa selepas – lepasnya. Bebas. Betapa aku telah lupa seperti apa dunia. Lantas aku tersenyum, berlari, dan tertawa. Mencoba segalanya.

“ makasih ya dith. Udah bawa aku ketempat seindah ini. Namanya festival anime ya. Aku baru tau.” Ujarku tulus.

“ha? Ini kan ada setaun sekali. Yang bener kamu baru pertama kali? Kamu juga nggak tau anime? Wah payah banget kamu. Berarti kamu belum tau dunia ini kayak gimana!” jelas adith bersemangat.

“yah, mau gimana lagi. Aku emang nggak pernah tau. Emang dunia kamu kayak gimana? Aku boleh nggak ngerasain lebih dari ini?” tanyaku polos

“ya jelas dunia ku sebagus dan seganteng wajahku laah!” kata adith mengeluarkan penyakit narsisnya.

“huek! Kalo gitu aku nggak jadi pengen tau aja lah! Kamu aja jelek kayak gitu.” Ujarku sambil tertawa.

“alah, gitu banget sih! Iya deh iya. Terserah kamu aja maunya gimana. Dibilangin nggak percaya.” Ujar adith.

Dan aku tertawa lagi.

-nix-

Entah kenapa melihatnya tertawa begitu indah. Hehe. Apa mungkin aku suka sama rei. Orang aku baru kenal sama rei. Mana mungkin langsung suka gitu aja.

Aku membelikannya sebuah gantungan kunci salah satu tokoh kartun di anime kesukaan ku. One piece. Aku membelikannya yang berbentuk robin.

Sedangkan dia membelikanku action figure nya tokoh utama bleach, ichigo. Dia bilang ini kenang – kenangan. Supaya kita saling mengingat seandainya suatu saat kita tidak dapat bertemu lagi. Apa maksudnya.

-nix-

“dith, bisa berhenti sejenak nggak. Aku pusing ni.” Ujarku perlahan. Damn aku benci banget kalo udah kayak gini. Kenapa sih harus kambuh sekarang.

“wah, payah ni. Cumin segini aja? Masa gitu aja udah capek. Ayo dikit lagi. Masih banyak lo stand yang belum kita lihat. Masa mau berhenti?” tanya adith

“bukan berhenti, cuman istirahat…”

Kata – kata ku terpotong olehku sendiri. Semua nya tiba – tiba saja samar. Hal terakhir yang kulihat adith yang meneriakkan namaku dan meminta tolong. Setelah itu semuanya gelap.

-nix-

“rei!” teriakku.

Aku menggendongnya.

Meminta tolong, menelpon ambulan. Menyuruh semua orang menyingkir. Ambulan datang dan aku mengantar rei kerumah sakit.

Aku melihat kartu identitasnya dan menemukan sejumlah kartu kredit, dan kartu asuransi kesehatan terkemuka.

“reinata nixiena hikaru..” ejaku. Nama yang indah. Ada apa dengannya. Entah mengapa aku hanya tak ingin kehilangan gadis ini sekarang.

-nix-

Aku merasa tenang dan nyaman di tempat ini. Lantas aku teringat mama dan papa. Lalu adith. Apakah aku boleh selamanya tinggal ditempat seindah ini. Tiba – tiba adith muncul di hadapanku dan tersenyum.

“kembalilah rei. Kalau kau bahagia disini, kembalilah dulu dan temui aku. Setelah itu kembalilah.” Ujar adith dan dia menghilang.

Setelah itu semuanya terlihat memudar dan aku terbangun. Ada adith disana, menggenggam tanganku. Papa dan mama menangis. Mereka terlihat akur sekarang. Aku tersenyum untuk mereka semua.

-nix-

“rei, udah lah. Jangan dipaksa lagi. Kan aku udah bilang. Jangan senyum kalo dipaksain. Jeleg tau! Harusnya cewek itu cantik.” Ucapku padanya sambil menahan rasa panas di kedua mataku. Aku tak boleh menangis di hadapannya.

Kenapa dia tidak bilang padaku, jika ini bisa jadi hari terakhirnya. Aku mungkin bisa saja mengajaknya ketempat yang lebih indah untuknya.

“iyah dith. Nggak bakal aku paksain lagi. Makasih ya dith. Tadi saat terindah di hidupku. Makasih robinnya. Bakalan kubawa kemana – mana. Tadi aku dibawa ketempat bagus banget. Aku pengen tinggal disana. Tapi aku mau bilang dulu sama adith” cerita rei panjang lebar.

“iyah. Udah. Nggak usah ngomong lagi. Istirahat aja. Rei ketemu sama mama papa nya rei iya? Mereka udah nunggu kamu dari tadi.” Ujarku lembut padanya.

“iyah. Mana mama sama papa? Tanya nya.

Lantas aku menjauh dari sisinya. Dan melihat senyum nya.

-nix-

“mah, pah, yang akur yah. Jangan berantem lagi. Rei sedih litany. Makannya tadi rei pergi dari rumah. Maafin rei ya mah? Pah?” pintaku.

“udah nak. Mama tau kamu nggak salah. Mama sama papa janji nggak bakal berantem lagi. Tapi kamu jangan pergi lagi ya nak. Mama sama papa sedih”

“rei kan nggak pernah pergi dari hatinya mama sama papa. Mama jangan sedih lah. Papa juga nggak boleh nangis kayak gitu.” Ujarku.

“iya sayang, papa nggak bakal nangis.”

“rei capek banget ma, pa, rei mau istirahat. Tapi rei mau ketemu adith dulu.boleh ya ma?” pintaku lirih.

“boleh sayang. Mama sama papa keluar dulu ya. Manggil adith buat kamu.”

Sejenak sepi dan aku melihat adith datang. Andai aku bisa lebih lama lagi bersamanya. Dan melihat indah dunianya. Andai. Namun mataku terasa sangat berat. Kepalaku sakit banget. Rasanya kayak mau pecah.

“dith. Temenin rei ya. Rei mau istirahat. Jangan pergi sampe rei tidur yah? Rei lelah banget.” Ujarku penuh harap

“iya rei. Adith nggak bakal pergi kemana – mana.” Jawab adith, lantas mengecup keningku lembut.

Kali ini aku tersenyum. Tulus. Dan menutup mataku penuh kebahagiaan. Aku merasakan damai. Dan pergi ketempat indah itu.

-nix-

Aku melihat senyum indah terakhirnya. Merasakan hembus nafas terakhirnya.

“Oyatsuminasai rei.” Bisikku.

Ucapan selamat tidur untuknya yang pertama dan terakhir kali. Aku meneteskan air mata, dan berharap bersamanya lebih lama lagi.

“ sayonara rei.” Bisikku lagi.

Dan aku melangkahkan kaki keluar kamar rumah sakit yang rei tempati. Rei tidur dengan damai dan pergi selamanya. Kanker otak membuatnya tak dapat bertahan lebih lama lagi. Hanya itu yang kutau dan ku dengar dari dokter yang merawatnya. Selebihnya, aku tak mengerti. Bahkan menyayanginya tak dapat merubah keaadaan bahwa aku tak mengerti satupun tentangnya. Reinata.

-nix-

Satu tahun kemudian, aku kembali ke taman tempat rei dan aku bertemu. Taman ini masih sama. Aku melihat kursi tempat rei duduk dan melihat seorang gadis duduk sambil mengayunkan kakinya. Aku tersentak dan mulai memperhatikan, aku seperti pernah melihat gadis ini. Ada gantungan kunci robin di hape nya. Dan wajahnya, rei..?

-nix-

No comments:

Post a Comment