Malam itu masih dingin dan sunyi. Mendung merudung langit, tambahkan gelapnya. Malam itu, bakan tak ada satupun bintang yang berkelip untukku. Malam ini aku masih meringkuk dikamarku. Masih seperti biasanya, riuh suara itu masih terdengar. Ya, mama dan papa ribut lagi. Jadi kupikir sebaiknya aku meringkuk dalam kamarku, dari pada harus jadi pelampiasan papa. Seandainya saja, papa tidak tempramental, ringan tangan, dan suka main wanita, dia sudah jadi papa terbaik di dunia.
Aku merenung lagi, seingatku tidak ada sesuatu yang menyenangkan yang dapat ku ingat untuk menyenangkan hatiku. Hmm… tunggu dulu! Sepertinya ada sedikit. Coba ku ingat-ingat lagi. Memori itu mulai terputar ulang. Keindahannya bagai cahaya cemerlang dalam redup hidupku. Ini tak kurang dari empat tahu yang lalu …
Saat itu hidupku tak lebih dari sekedar sampah. Kian lama kian membusuk. Lihat saja sendiri! Gadis macam apa yang sejak kelas tiga sekolah dasar, sudah berani nonton film mesum dengan temannya. Beranjak kelas empat mulai merokok, dan kelas lima mencoba flaming untuk yang pertama kalinya. Kelas enam mulai melirik benda laknat yang lebih menantang lagi. Narkoba! Apa lagi?!
Orang tuaku sudah jengah padaku saat itu. Sekolahku berantakan, dan sikapku yang semakin menggila disekolah maupun dirumah. Namun mereka tak bisa apa-apa. Ya! Mereka pikir kenakalan yang kulakukan hanya semacam kenalanku yang lain. Karna mereka tak melihatku merokok. Minum minuman keras, apalagi nyabu! Semua kelakuan yang tak masuk akal bagi mereka kulakukan diluar rumah.
Semua masih berlanjut dan bertambah buruk. Karna aku mulai menikmati semua kegiatanku dan kenikmatan kian menjadi. Namun hari itu berbeda. Aku bertemu dengan seseorang yang berbeda. Seseorang yang pernah kukenal, dan mendapat tempat cukup istimewa diahtiku. Saat itu hari pertamaku aku masuk SMP. Aku bertemu dengannya saat naik motor ke sekolah.
Saat itu dia berdiri di sebuah halte bis. Matanya yang indah seperti merenung penuh arti. Ya, mata yang indah itu. Hangat dan damai. Tajam namun lembut. Berbingkai sepasang alis yang tebal. Mata yang selalu terbayang dibenakku. Ku yakinkan sekali lagi diriku. Itu memang dia. Tak salah lagi.
Aku mulai menepikan motorku. Menyapanya,
“Kak Sofyan!” Sapaku riang.
“Kak Sofyan kan?” Yakinku sekali lagi.
Dia seperti tersenyum heran. Menatapku lekat. Ia tertawa sejenak. Merentangkan kedua tangannya, dan berbisik lembut ditelingaku, sambil mendekapku erat.
“Bintang kecilku yang manis, kakak datang adikku sayang…” bisiknya.
Sejak detik itu juga. Aku, sekali lagi dalam hidupku. Bertemu dengan cinta pertamaku. Dia adalah lelaki yang paling sempurna yang pernah kukenal. Meski jarak kami terlampau jauh dari segi umur. Bagiku itu bukan masalah. Bayangkan saja, kami terlampau sepuluh tahun. Mengesankan bukan? Hatiku bergetar sekali lagi, dan pada orang yang sama.
Aku mulai menanyakan semau tentang dirinya. Bagaiman kehidupannya, serta kesehaiannya. Dan jawabannya masih sama. Sempurna! Kini gilirannya bertanya padaku. Semua tentangku. Maka ceritakupun mengalir. Tenang semua pedihku, beriring air mata. Aku sampai lupa bahwa hari adalah hari pertamaku. Dia segera mengingatkanku. Dengan tergesa-gesa aku melanjutkan perjalanan ku kesekolah. Dan saat itu cerita ku belum berakhir.
Sejak saat itu kami mulai sering bertemu. Dia merasa bersalah saat mendengar kisah hidupku selengkapnya. Dia merasa seharusnya berada disampingku saat itu. Hanya karna seorang Sofyan, hidupku mulai berubah drastis. Aku dengan kesadaran penuh mulai meninggalkan semua duniaku yang semakin terpuruk. Ya, dia mampu mengajarkanku apa arti kehidupan, indahnya dunia, dan yang terlebih, arti cinta. Semua itu terjadi ditengah semua masalahku yang kian memburuk. Seolah dia memberiku semangat yang tanpa vatas untuk melanjutkan hari demi hariku. Aku mulai mengenali kembali diriku, dan tentu saja, siapa Tuhanku.
Kami memiliki saat indah bersama. Bagi kami hal itu tak pernah berubah sejak kami pertama kali bertemu. Tak ada yang lebih indah menurut kami selain melihat dan mempelajari bintang bersama. Hal yang sama yang selalu kulakuakan bersamanya dri kecil. Aku mulai menyimpulkan satu hal. Dia benar-benar merubah hidupku. Dia seperti malaikat yang dikirim Tuhan untuk menyelamatkanku dari keterpurukan. Bagiku dia adalah keajaiban. Dialah bintang.
Dan sampai suatu hari, dia mengajakku berbicara. Penting ujarnya. Itu adalah pembicaraan yang paling indah menurut ku. Saat itu malam seolah tersenyum padaku lewat kelipan bintangnya.
“Dek, kamu mau kan nungguin kakak?” Tanyanya memulai.
“Emang kakak mau pergi kemana?” Tanyaku.
“Hmm? Jawab dulu pertanyaan kakak, nanti kakak kasih tau.” Ucapnya lembut.
“Mau kok! Selama apapun kakak pergi dek bakal nungguin kakak!” Janjiku.
“Bagus, tapi janji dulu! Selama kakak pergi, dek nggak boleh nakal kayak dulu lagi. Mau nggak janji buat kakak?” Tanyanya?
“Mau! Dek janji gak bakal nakal kayak dulu selama kakak pergi!” Sumpahku.
“Kakak mau pergi ke Palestina.”Ujarnya kemudian. Aku terdiam mendenagrkan.
“Sahabat kakak disana butuh bantuan kakak.”Lanjutnya.
“Kakak udah izin sama apa’, buat nikahin kamu kalu kamu udah lulus SMA. Apa’ bolehin. Jadi mulai sekarang kamu calon istri kakak.”Ucapnya, lalu tersenyum.
“Mau nggak, jadi calon istri kakak?”Tanyanya.
Hatiku berdebar keras dari biasanya. Calon istrinya? Aku belum pernah membayangkan ini sebelumnya. Aku masih dalam keadaan bingung saat dia menanyaiku lagi.
“Mau..!” Jawabku akhirnya, riang.
“Tapi diinget ya janjinya! Selama kakak pergi, kamu gak boleh nakal!”
“Ya dek janji! Emang kakak mau pergi kapan?” Tanyaku
“Besok pagi!” Jawabnya tegas.
Kami terdiam. Memikirkan kenapa perpisahan terjadi begitu cepat? Dia mengecup keningku. Mengucap salam perpisahan. Mataku berlinang, dan dia pergi…
Tahun berlalu demikian cepat. Aku menepati janjiku padanya. Aku benar-benar bertaubat. Aku masuk sebuah pondok islam setelah lulus kelas satu SMP. Apapun kulakuakn untuk menjaga janjiku padanya. Sampai saat itu datang. Aku kelas satu SMA saat itu. Hari itu kak Indah datang menjengukku. Dia sudah seperti kakak perempuan bagiku. Tapi yang terpenting dialah tempat dimana semua informasi tentang kak Sofyan datang. Namun kabarnya hari itu, sungguh berbeda.
“Dek!”Sapanya saat datang
“Hmm, kak Sofyan gimana kabarnya?”Tanyaku
“Mau tau? Pi jangan kaget ya?” Ujarnya
“Emang kak Sofyan kenapa?” Jantungku berdebar. Jangan kabar itu Tuhan.
“Dia syahid. Di Palestina.”Ujarnya perlahan. Datar.
Sesaat, hatiku bergemuruh. Aku tak dapat menahan air mataku yang jatuh bersamaan dengan senyumku.
“Alhamdulillah.”Ujarku
Maka saat itu runtuhlah duniaku. Harapanku, semuanya! Aku merasakan sakit yang tak terkira. Sayapku patah sekali lagi kali ini. Aku jatuh tuk yang kesekian kalinya. Dia benar-benar pergi kali ini. Namun bedanya, kali ini dalam waktu yang sangat lama.
Tak lama setelah kabar itu. Tepatnya beberapa minggu kemudian. Aku dipanggil pulang oleh kedua orang tuaku. Dugaan ku benar. Mereka akhirnya benar-benar bercerai. Aku datang untuk menghadiri siadng perceraian mereka berdua. Aku sama sekali tak kaget! Aku sudah mengetahui dari awal, bahwa mereka takkan bertahan lama lagi.
Maka disinilah aku sekarang. Meringkuk dikamarku yang gelap. Malam ini masih tetap sama. Masih dirudung mendung. Gelap dan sunyi kurasa. Bahkan bintang pun enggan berkelip padaku. Aku terpuruk sepi dalam hiruk pikuk tak berarti. Bernada kemarahan yang hampa bagiku. Dan aku masih berduka saat ini.
nb: ni ceritA aku buat waktu tugas mengarang bahasa indonesia,,
hehe,,please enjoy!!^-^
hho.
ReplyDeletetlalu...
gue gag tau mo bilang apa
ReplyDeletetapi gue mau ngucapin sejuta terima kasih gue buat lo. .
karena cerita lo yang bikin gue sadar kalo kehidupan gue tu nggak seburuk yang gue kira
nggak separah yang gue kira. .
karna ternyata ada orang yang lebih butuh pertolongan daripada gue yang tlalu manja ini.
yang telalu melankolis nni
dan orang itu
.lo.